Semua sutradara atau produser pasti berharap film yang mereka buat bisa mendatangkan keuntungan dalam bentuk dolar maupun pujian dari para kritikus film yang kadang kelewat cerewet. Berbagai usaha mereka lakukan untuk membuat film yang mereka produksi menjadi film yang masuk kategori bagus tanpa menghilangkan nilai komersialnya. Sayang kadang di tengah proses pembuatan ini ada sesuatu yang lupa mereka perhatikan sehingga saat diedarkan film ini gagal meraih hati para pengamat film.
Bisa jadi mereka sudah memperhatikan semua aspek dengan baik namun yang jadi masalah adalah visi mereka ternyata tak sejalan dengan para kritikus. Lagi-lagi hasilnya menjadi bahan cercaan para pengamat. Terlepas dari disengaja atau tidak, memang tidak semua film bisa menjadi film yang bagus tanpa harus kehilangan nilai komersial.
Menilai film sendiri memang bukan pekerjaan yang mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Film yang sukses mengumpulkan dolar bukan jaminan bahwa film tersebut punya nilai tinggi sementara sebaliknya film yang tak laku juga bukan berarti film tersebut buruk. Setelah menimbang-nimbang akhirnya muncul sepuluh judul film yang kami anggap layak mendapat gelar film terburuk tahun 2009 ini, tentunya film-film tersebut yang sudah masuk ke jaringan gedung bioskop di tanah air.
1. STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI
Film laga dengan latar belakang martial arts memang biasanya mengandalkan soal special effect dan koreografi tarung sebagai pilar utamanya. Mungkin dengan pertimbangan ingin mengubah stigma itu pula Andrzej Bartkowiak, sang sutradara, tak terlalu memperhatikan titik krusial ini. Akibatnya, usaha memperbaiki usaha awal mengadaptasi game Street Fighter ke layar lebar ini jadi sia-sia. Alur cerita cenderung datar dan mudah ditebak sementara ide cerita pun sudah basi. Ditambah lagi akting yang pas-pasan dan naskah yang kurang menggigit, lengkap sudah penderitaan film ini. Mau tak mau STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI harus rela berada di jajaran film terburuk tahun ini.
Film laga dengan latar belakang martial arts memang biasanya mengandalkan soal special effect dan koreografi tarung sebagai pilar utamanya. Mungkin dengan pertimbangan ingin mengubah stigma itu pula Andrzej Bartkowiak, sang sutradara, tak terlalu memperhatikan titik krusial ini. Akibatnya, usaha memperbaiki usaha awal mengadaptasi game Street Fighter ke layar lebar ini jadi sia-sia. Alur cerita cenderung datar dan mudah ditebak sementara ide cerita pun sudah basi. Ditambah lagi akting yang pas-pasan dan naskah yang kurang menggigit, lengkap sudah penderitaan film ini. Mau tak mau STREET FIGHTER: THE LEGEND OF CHUN-LI harus rela berada di jajaran film terburuk tahun ini.
2. OLD DOGS
Menyia-nyiakan potensi yang sudah ada di depan mata. Itulah kesan yang tertangkap setelah menyaksikan film karya Walt Becker ini. Bagaimana tidak. Ada dua nama yang bisa dijadikan jaminan film bagus bergabung dalam film ini tapi nyatanya fakta itu tak membuat film ini jadi sebuah tontonan yang menarik.
Menyia-nyiakan potensi yang sudah ada di depan mata. Itulah kesan yang tertangkap setelah menyaksikan film karya Walt Becker ini. Bagaimana tidak. Ada dua nama yang bisa dijadikan jaminan film bagus bergabung dalam film ini tapi nyatanya fakta itu tak membuat film ini jadi sebuah tontonan yang menarik.
Naskah yang kurang kokoh dan sutradara yang tak mampu mengeksploitasi potensi dua aktor andal ini adalah penyebab tidak munculnya kekuatan yang dimiliki John Travolta dan Robin Williams. Akhirnya yang tersisa hanyalah joke-joke hambar dalam kerangka cerita yang kurang menggigit pula. Bayangkan betapa sia-sianya John dan Robin bermain dalam film ini.
3. WHITEOUT
Mengangkat kisah dari sumber yang sudah 'besar' memang kadang beresiko tinggi buat sang sutradara. Kalau gagal menyamai reputasi sumber aslinya maka caci-maki para penggemar sumber asli plus para kritikus jelas tak akan bisa dibendung lagi. Kenyataan pahit itulah yang dihadapi oleh Dominic Sena saat mengadaptasi komik berjudul Whiteout ke layar lebar. Entah kenapa, malah film yang juga diberi judul WHITEOUT ini jadi terlihat seperti mengekor film INSOMNIA dan parahnya lagi Kate Beckinsale tak mampu menghidupkan karakter Carrie Stetko seperti yang dilakukan Al Pacino saat bermain dalam INSOMNIA. Akhirnya, WHITEOUT jadi tak lebih dari sekedar film thriller biasa.
Mengangkat kisah dari sumber yang sudah 'besar' memang kadang beresiko tinggi buat sang sutradara. Kalau gagal menyamai reputasi sumber aslinya maka caci-maki para penggemar sumber asli plus para kritikus jelas tak akan bisa dibendung lagi. Kenyataan pahit itulah yang dihadapi oleh Dominic Sena saat mengadaptasi komik berjudul Whiteout ke layar lebar. Entah kenapa, malah film yang juga diberi judul WHITEOUT ini jadi terlihat seperti mengekor film INSOMNIA dan parahnya lagi Kate Beckinsale tak mampu menghidupkan karakter Carrie Stetko seperti yang dilakukan Al Pacino saat bermain dalam INSOMNIA. Akhirnya, WHITEOUT jadi tak lebih dari sekedar film thriller biasa.
4. BRIDE WARS
Dua aktris berpotensi beradu akting dalam satu film yang tak didukung naskah yang memadai jadinya adalah BRIDE WARS ini. Film ini sebenarnya tak menawarkan banyak. Alur cerita cenderung polos dan tak memiliki 'denyut' yang cukup kuat. Artinya, yang terjadi selama 89 menit itu hanyalah 'perpanjangan' dari konflik yang pada titik tertentu terasa agak dipaksakan. Ini diperparah dengan tidak adanya latar belakang yang cukup kuat untuk mendukung karakter masing-masing tokoh sehingga di akhir cerita, film ini seolah berlalu begitu saja tanpa ada kesan yang cukup kuat. Alhasil, Gary Winick, sang sutradara, tak mampu menyelamatkan film ini dari jajaran film dengan nilai terendah di tahun 2009 ini.
Dua aktris berpotensi beradu akting dalam satu film yang tak didukung naskah yang memadai jadinya adalah BRIDE WARS ini. Film ini sebenarnya tak menawarkan banyak. Alur cerita cenderung polos dan tak memiliki 'denyut' yang cukup kuat. Artinya, yang terjadi selama 89 menit itu hanyalah 'perpanjangan' dari konflik yang pada titik tertentu terasa agak dipaksakan. Ini diperparah dengan tidak adanya latar belakang yang cukup kuat untuk mendukung karakter masing-masing tokoh sehingga di akhir cerita, film ini seolah berlalu begitu saja tanpa ada kesan yang cukup kuat. Alhasil, Gary Winick, sang sutradara, tak mampu menyelamatkan film ini dari jajaran film dengan nilai terendah di tahun 2009 ini.
5. SORORITY ROW
Berapa banyak film thriller yang dibuat berdasarkan ide yang dibawa oleh film berjudul SORORITY ROW ini? Jawabnya mungkin sudah terlalu banyak. Tapi nyatanya itu tak menghalangi produser dan sutradara menawarkan konsep serupa. Masalahnya, sampai saat ini masih ada peluang untuk mengeruk keuntungan dari konsep ini. Pasar masih suka ditakut-takuti dengan cara klasik meski pada dasarnya mereka sudah tahu persis apa yang bakal terjadi.
Berapa banyak film thriller yang dibuat berdasarkan ide yang dibawa oleh film berjudul SORORITY ROW ini? Jawabnya mungkin sudah terlalu banyak. Tapi nyatanya itu tak menghalangi produser dan sutradara menawarkan konsep serupa. Masalahnya, sampai saat ini masih ada peluang untuk mengeruk keuntungan dari konsep ini. Pasar masih suka ditakut-takuti dengan cara klasik meski pada dasarnya mereka sudah tahu persis apa yang bakal terjadi.
Akhirnya dengan cerita yang sangat simple dan generik, yang tersisa hanyalah masalah mengulur waktu sampai memenuhi kuota untuk disebut sebagai film full feature. Tak heran jika film ini banyak mendapat kritikan dari pengamat film. Nyatanya, film dengan biaya produksi US$12,5 juta ini masih mampu mengembalikan modal awal pembuatan.
6. THE UGLY TRUTH
Konsep cerita yang sama sekali tidak menyimpang dari pakem film drama komedi bisa jadi adalah kunci kegagalan film ini meraih simpati para kritikus. Nyatanya memang tak ada yang baru dari film ini. Dari awal pun penonton sudah bisa memperkirakan bagaimana akhir dari film ini. Artinya, satu-satunya yang bisa dijadikan tumpuan agar penonton tak beranjak dari tempat duduk hanyalah alur cerita yang menarik dan kemampuan akting sang aktor dan aktris. Dalam kasus THE UGLY TRUTH ini yang paling banyak berperan justru adalah kemampuan akting karena alur cerita sebenarnya sudah tak mampu berbuat banyak. Itu pun masih belum mampu mengangkat pamor film ini agar lepas dari jajaran film dengan nilai terendah tahun ini.
7. I LOVE YOU, BETH COOPER
Fakta bahwa film ini diangkat dari kisah nyata ternyata bukanlah jaminan bahwa hasil yang disajikan akan menarik. Nyatanya I LOVE YOU, BETH COOPER yang konon didasarkan pada pengalaman pribadi Larry Doyle, sang penulis naskah, malah sama sekali tak terasa 'hidup'.
Dengan naskah yang setipis itu, jelas tak banyak yang bisa dilakukan oleh para pemeran dalam film ini. Paul Rust tak mampu membuat karakter nerd yang ia perankan jadi berbeda dari para nerd sebelumnya. Untungnya Hayden Panettiere mampu sedikit menghidupkan suasana yang mulai terasa membosankan ini. Itu pun tak terlalu mampu membawa film ini jadi benar-benar sebuah hiburan yang fresh.
8. THE PINK PANTHER 2
Ada dua hal yang patut disayangkan dari film ini. Yang pertama adalah casting bagus yang tak diimbangi dengan naskah dan penyutradaraan yang sama bagusnya. Akibatnya para aktor dan aktris pendukung yang sebenarnya dapat 'berbuat lebih' seolah jadi karakter dangkal yang hanya muncul bergantian dari awal hingga akhir film.
Masalah kedua adalah gagalnya sang sutradara dam penulis naskah untuk menuangkan ide lama, The Pink Panther, menjadi sebuah tontonan yang berkualitas. Akhirnya, film ini hanya menjadi sekedar rangkaian humor fisik macam THE THREE STOOGES atau Warkop DKI yang dengan segera terlupakan ketika film berakhir.
9. DRAGONBALL EVOLUTION
Sekali lagi, adaptasi dari bentuk lain yang sudah lebih dulu populer tidak selalu menguntungkan. Bila bisa mengalihkan 'jiwa' dari kisah yang diadaptasi ke bentuk lain maka popularitas versi aslinya akan mendongkrak pamor film yang mengadaptasi. Sebaliknya jika gagal menangkap 'roh' tadi maka caci-maki para fans setia jelas tak terhindarkan. Dalam kasus DRAGONBALL EVOLUTION ini yang jadi masalah adalah banyaknya 'penyesuaian' yang harus dilakukan sang sutradara yang akhirnya malah membuat para fans manga ini jadi kecewa lantaran visualisasi sang sutradara telah menyimpang jauh dari visualisasi dalam komik. Situasi jadi lebih tak menguntungkan lantaran buat para penonton yang bukan penggemar manga, film ini juga tak memberikan sesuatu yang 'jelas'.
10. TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN
Murni suguhan visual. Hanya itu yang akan Anda dapat saat menyaksikan film TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN. Alur cerita kurang menggigit dan naskah yang kurang tergarap dengan baik adalah masalah yang dihadapi film ini. Akhirnya yang tersisa dari film berdurasi sekitar 150 menit ini hanyalah CGI yang memang disajikan dengan baik.Soal efektif atau tidak yang pasti pesta CGI adalah tujuan utama Michael Bay membuat film ini. Ditambah lagi akting yang tak memadai dari Megan Fox maka mau tak mau Michael Bay harus merelakan film TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN masuk ke daftar film terburuk tahun ini.
Sekali lagi, adaptasi dari bentuk lain yang sudah lebih dulu populer tidak selalu menguntungkan. Bila bisa mengalihkan 'jiwa' dari kisah yang diadaptasi ke bentuk lain maka popularitas versi aslinya akan mendongkrak pamor film yang mengadaptasi. Sebaliknya jika gagal menangkap 'roh' tadi maka caci-maki para fans setia jelas tak terhindarkan. Dalam kasus DRAGONBALL EVOLUTION ini yang jadi masalah adalah banyaknya 'penyesuaian' yang harus dilakukan sang sutradara yang akhirnya malah membuat para fans manga ini jadi kecewa lantaran visualisasi sang sutradara telah menyimpang jauh dari visualisasi dalam komik. Situasi jadi lebih tak menguntungkan lantaran buat para penonton yang bukan penggemar manga, film ini juga tak memberikan sesuatu yang 'jelas'.
10. TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN
Murni suguhan visual. Hanya itu yang akan Anda dapat saat menyaksikan film TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN. Alur cerita kurang menggigit dan naskah yang kurang tergarap dengan baik adalah masalah yang dihadapi film ini. Akhirnya yang tersisa dari film berdurasi sekitar 150 menit ini hanyalah CGI yang memang disajikan dengan baik.Soal efektif atau tidak yang pasti pesta CGI adalah tujuan utama Michael Bay membuat film ini. Ditambah lagi akting yang tak memadai dari Megan Fox maka mau tak mau Michael Bay harus merelakan film TRANSFORMERS: REVENGE OF THE FALLEN masuk ke daftar film terburuk tahun ini.